Rizal Mantovani
Rizal Mantovani adalah seorang sutradara Indonesia. Rizal dikenal karena menyutradarai beberapa video klip dan film layar lebar di Indonesia. Dari 1992 hingga 2007 dia sudah mengerjakan hampir 200 video musik dan beberapa iklan televisi, serta menyutradarai 5 buah film. Rizal yang berdarah Madura ini adalah putra pasangan Mohamad Saleh dan Widji Andarini. Ayahnya adalah diplomat RI. Sebagai anak diplomat, Rizal hidup berpindah-pindah di beberapa negara tempat orang tuannya bertugas saat itu. di Indonesia sempat bersekolah di SMP N 68 Cipete, Jakarta Selatan & SMA N 34 Jakarta. Perkenalan pertamanya dengan video musik terjadi saat duduk di kelas 2 SMA (Overseas Children's School) di Srilanka, negara tempat ayahnya bertugas tahun 1983. Saat itu temannya, Eddy Setiawan, memiliki kamera home video keluaran terbaru Sony. Karena sama-sama mengidolakan Duran-Duran, muncul keinginan membuat video musik. Kebetulan salah satu video musik Duran-Duran berlokasi di Srilanka, jadi lokasinya sama. Ada dua lagu Duran-Duran yang mereka garap; Lonely in Your Nightmare dan Hungry Like The Wolf. Aksi mereka yang cuma berjalan-jalan direkam dalam pita kaset Betamax. Setelah selesai, mereka mengeditnya secara manual; dari VHS ke VHS. Rizal kembali ke Jakarta dan meneruskan pendidikannya di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Trisakti, Jakarta. Sayangnya sang ayah, sebagai tulang punggung keluarga, meninggal saat dirinya menginjak tingkat dua. Untuk menambah biaya kuliah, dia mengerjakan poster-poster komikal di toko komik DEHA di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Pada tahun 1991, Edward Buntario, art director di Creative Concepts, sebuah perusahaan periklanan di Jakarta, tertarik dengan poster-poster buatannya. Edward mengenalkan Rizal kepada Richard Buntario yang akhirnya mengajak Rizal bergabung. Rizal bertugas membuat story board untuk keperluan iklan di Creative Concepts. Setahun kemudian, Rizal ikut bergabung dengan Broadcast Design Indonesia (BDI) yang didirikan oleh Richard. Selain membuat iklan, BDI juga membuat acara televisi. Rizal pun akhirnya menjadi sebagai asisten Richard dan dilibatkan dalam penggarapan Bursa Komedi untuk RCTI. Rizal kemudian merambah ke dunia pembuatan video musik. Karena menurutnya video musik saat itu (tahun 1990-an) membosankan dan kurang berwarna. Tawaran pertama datang untuk membuat video musik dangdut "Suka-Sukaku" yang dinyanyikan Helvy Mariyand. Indrawati Widjaja, direktur produksi Musica Studio kemudian menawarkan pembuatan video musik rapper Iwa K berjudul "Kuingin Kembali". Ketika ditayangkan, video musik ini dianggap sebuah terobosan baru dalam industri musik Indonesia. Sejak itu BDI menerima banyak permintaan untuk pembuatan video musik yang dikerjakan Richard bersamanya sebagai asisten. Kerja sama itu berbuah manis. Keduanya meraih gelar sutradara terbaik dalam ajang Video Musik Indonesia 1995 pada acara perdananya melalui video musik "Cuma Khayalan" milik Oppie Andaresta. Duo ini semakin berkibar ketika meraih MTV Asia Viewers Choice Award dalam ajang MTV Music Awards pada 1995 berkat video musik "Sambutlah" yang dibawakan Denada. Pada tahun 1996, Rizal keluar dari BDI dan mendirikan Avant Garde Productions bersama rekan-rekannya. Selain tetap menggarap video musik, dia menciptakan sekaligus menyutradarai serial komedi situasi "Satu Atap" (1996) dan "Gen-X" (1997), keduanya untuk antv. Pada tahun yang sama, Mira Lesmana menawarinya untuk menyutradarai film "Kuldesak" bersama Mira, Riri Riza dan Nan Triveni Achnas. "Kuldesak" meluncur ke pasaran tahun 1998 dan mampu mengobati kerinduan publik terhadap film Indonesia, yang makin sepi karena aturan pembuatan yang ketat dan biaya produksi yang mahal. Film ini juga di nominasikan untuk mendapat Silver Screen Award kategori Best Asian Feature Film pada Singapore International Film Festival tahun 1999. Kesempatan membuat film kembali datang dari Rexinema. Rizal mengajak Jose Poernomo untuk membantunya dalam penyutradaraan. Skenario ditulisnya bersama Jose dan scriptwriter Adi Nugroho. Cerita dalam film yang akhirnya diberi judul "Jelangkung" ini dikembangkan dari artikel yang pernah ditulis Rizal untuk majalah "Neo". Pembuatan film dilakukan dengan menggunakan Betacam, kamera yang biasa dipakai untuk membuat video musik. Pertengahan Mei 2001 film selesai dibuat dan muncul keinginan untuk menayangkannya di bioskop, dengan pertimbangan film ini punya nilai sinematik yang beda dari sinetron, baik dari pendekatan visualnya maupun cara bertuturnya. Meski awalnya tak menanggapi, Studio 21 di Pondok Indah Mall akhirnya memutar film berdurasi 102 menit ini. Di luar dugaan, "Jelangkung" menjadi film yang diburu penonton dan menjadi film nasional pertama yang menembus pertunjukan midnight sampai 13 kali putar di Pondok Indah Mall serta film nasional pertama yang diputar di empat layar sekaligus di beberapa bioskop karena jumlah penonton yang membludak. Jelangkung juga menjadi tiket Rizal untuk merambah Hollywood. Bersama Jose Purnomo, sepanjang Februari-Maret 2002, ia menawarkan konsep modernisasi horor tradisional ke beberapa produser Hollywood. Usaha mereka berhasil. Michael Bay, sutradara dan produser film Armegeddon dan Pearl Harbour, menawarkan dua proyek, yaitu menggarap ulang Jelangkung menjadi "The Uninvited" (Yang Tak Diundang) untuk konsumsi penonton negeri Paman Sam serta pembuatan film "The Well" (Sumur). Sekian lama berpatner, tahun 2003, Rizal akhirnya memisahkan diri dari Avant Garde dan mendirikan "Dreamscape". Hal ini dilakukannya agar memperoleh kebebasan dalam mengembangkan ide-idenya.