Logo FFI
Di Balik Nama Penghargaan Khusus Pada Festival Film Indonesia 2021
11 Nov 2021

Di Balik Nama Penghargaan Khusus Pada Festival Film Indonesia 2021

Sesuatu yang baru hadir dalam gelaran Festival Film Indonesia 2021. Tahun ini, Komite FFI memberikan empat penghargaan kategori baru sebagai wujud apresiasi kepada masyarakat pencinta film Indonesia. Selain itu, apresiasi kepada tokoh-tokoh besar ekosistem perfilman Indonesia yang namanya disematkan sebagai nama penghargaan baru ini.

Penghargaan pertama adalah penghargaan Tanete Pong Masak yang akan diberikan kepada pemenang kategori Karya Kritik Film Terbaik. Tanete Pong Masak adalah seorang cendekiawan Indonesia yang bergelar doktor di bidang film. Setelah menyelesaikan studinya di Jurusan Sastra Inggris, Universitas Hasanuddin, Makasar, ia mendapat beasiswa dari Pemerintah Prancis. Ia belajar tentang linguistik terapan dan budaya Prancis di Universite de Franche-Comte, Besancon selama empat tahun (1976-1980).

Tanete Pong Masak kemudian melanjutkan studinya, mempelajari ilmu sejarah sosial dan sinema di Ecolo des Hautes en Sciences Sociales (EHESS), Paris selama tujuh tahun (1980-1989). Dari studinya tersebut lahir sebuah tesis berjudul Le cinema Indonesia (1926-1967): Etudes d’Histoire Sociale yang dibukukan oleh FFTV IKJ Press dengan judul Sinema Pada Masa Soekarno. Sampai saat ini, buku tersebut masih menjadi satu dari sedikit literatur yang membahas aktivitas dan politik perfilman pada masa sebelum Orde Baru.

Penghargaan baru berikutnya adalah penghargaan untuk kategori terfavorit pilihan penonton. Kategori ini hadir sebagai wadah apresiasi bagi penonton film Indonesia untuk dapat langsung menentukan pilihan favoritnya melalui sistem voting.

Ada tiga nama tokoh perfilman Tanah Air yang diabadikan. Pertama, penghargaan Djamaludin Malik yang akan diberikan kepada pemenang kategori Film Terfavorit Pilihan Penonton. Nama Djamaludin Malik digunakan untuk penghargaan ini karena perannya yang begitu besar bagi perfilman Indonesia. Selain sebagai sutradara, Djamaludin Malik adalah salah satu penggagas Festival Film Indonesia. Pada 1954, ia dan rekannya, Usmar Ismail, mendirikan Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), dan bergabung dengan Federasi Produser Film se-Asia untuk mengangkat harkat dan martabat perfilman Indonesia di tingkat internasional.

Berikutnya, penghargaan untuk kategori Aktor Terfavorit Pilihan Penonton, Festival Film Indonesia 2021 memilih nama aktor Bambang Irawan sebagai nama penghargaan. Bambang Irawan memulai kariernya sebagai pembantu penata suara untuk film Manusia Sutji yang diproduksi di Bali pada 1955. Sutradara film tersebut, Alam Surawidjaja, memintanya untuk ikut bermaik karena kekurangan pemain. Berkat pengalaman tersebut, Bambang Irawan membintangi film laris Perfini, Tiga Dara (1956), yang disutradarai Usmar Ismail. Film tersebut membesarkan namanya sebagai seorang aktor.

Tidak hanya sebagai aktor, Bambang Irawan juga mendirikan PT Agora (Arena Gotongrojong Artis) Film bersama Hardjo Muljo. PT Agora Film berhasil memproduksi 21 film selama periode 1963-1975, delapan film di antaranya dibintangi dan disutradarai oleh Bambang Irawan sendiri. Sepanjang kariernya dari 1955-1979, ia telah bermain di lebih dari 70 film.

Membicarakan aktor, pastinya belum lengkap jika tanpa aktris. Untuk penghargaan kategori Aktris Terfavorit Pilihan Penonton, Festival Film Indonesia memilih Chitra Dewi untuk dijadikan nama penghargaan. Chitra Dewi yang memiliki nama lengkap Roro Patma Dewi Tjitrohadikusumo memulai kariernya sebagai aktris dengan bermain di film Tamu Agung (1955). Namanya baru terkenal sejak ia bermain dalam film Tiga Dara (1956).

Chitra Dewi dikenal sebagai aktris tiga zaman karena kariernya yang membentang selama 38 tahun (1955-1993). Tidak hanya sebagai aktris, Chitra Dewi juga pernah terjun sebagai seorang sutradara dan produser melalui perusahaan film yang ia dirikan sendiri. Ia memproduksi lima film lewat perusahaan tersebut, dan menyutradarai tiga film di antaranya, yaitu Bertjinta dalam Gelap (1971), Dara-Dara (1971), dan Penunggang Kuda dari Tjimande (1971). Chitra Dewi juga berhasil menunjukkan bahwa perempuan mampu berkarya. Chitra Dewi tercatat sebagai satu dari empat sutradara perempuan yang dimiliki Indonesia sebelum tahun 1998.

Itulah keempat tokoh perfilman Indonesia yang maisng-masing memiliki peran bagi kemajuan perfilman Indonesia. Semoga semangat mereka akan terus menyala dan menginspirasi generasi perfilman berikutnya agar tercipta masa depan perfilman Indonesia yang gemilang.


Bagikan: